Newscapz

Nessie Judge Picu Kemarahan Setelah Wajah Junko Furuta Dijadikan Dekorasi

Konten kreator Indonesia, Nessie Judge, tengah menuai banyak kritik dari pengguna media sosial di Jepang. Namanya muncul dalam banyak unggahan berbahasa Jepang. Postingan kritik terhadapnya bahkan telah disukai dan di-retweet hingga ribuan kali. 

Setelah ditelusuri, kritik bermula dari postingan video terbarunya bersama grup Kpop NCT Dream. Meski video tersebut telah di-takedown oleh Nessie dan tim, namun kritik telah cepat menggulung seperti bola salju. 

Dalam video tersebut, terlihat Nessie Judge sedang berbincang bersama anggota NCT Dream Haechan, Jisung, Mark dan Jeno. Namun, bukan itu masalahnya. Kritik mengalir bak banjir sebab Nessie Judge menggunakan foto Junko Furuta sebagai hiasan dinding.

Banyak pengguna Twitter Jepang menulis tentang hal ini. Secara umum, tweet kritis tersebut menyatakan keluhan bahwa Nessie dinilai tidak berempati dan tidak menghormati korban, terutama karena ia dengan sengaja dan santainya menggunakan wajah Junko Furuta sebagai dekorasi dinding.

Atas kejadian tersebut, Nessie Judge kemudian meminta maaf. Ia dengan segera mentakedown video yang telah diunggahnya, dan mengatakan akan segera mengunggah ulang video yang telah diedit. 

Kasus Junko Furuta

Junko Furuta merupakan korban pelecehan dan pembunuhan. Namanya akan dikenang seumur hidup oleh warga Jepang yang mengenalnya. Kasus Junko Furuta bukan hanya sadis, namun menunjukkan kebiadaban manusia sesungguhnya. 

Sebelum kematiannya, Junko Furuta adalah siswa kelas tiga yang sebentar lagi akan merayakan kelulusannya. Ia bekerja paruh waktu yang uangnya akan digunakan Junko untuk pergi berwisata setelah kelulusannya. 

Sepanjang hidupnya, Junko memiliki reputasi yang baik. Guru-guru mengenalnya sebagai siswa yang pintar, teman-temannya mengenalnya sebagai pribadi yang menyenangkan. Sebelum lulus, Ia bahkan telah memiliki pekerjaan yang menunggunya.

Kemudian, mimpi buruk itu datang pada 25 November 1988. Sepulangnya dari bekerja paruh waktu, sepedanya ditendang oleh seoran remaja bernama Shinji Minato (16 tahun) hingga ia terjatuh. Seorang laki-laki bernama Hiroshi Miyano (18 tahun) kemudian datang bak pahlawan dan menawarkan bantuan.

Junko Furuta tidak pernah mengetahui bahwa semua itu hanyalah jebakan. Miyano yang awalnya menawarkan bantuan malah menculiknya. Ia menculik Junko dan memperkosanya di sebuah gudang. 

Tidak berhenti sampai disini, Miyano kemudian menelpon tiga temannya yang lain, termasuk Minato tentang pemerkosaan tersebut. Teman-teman Minato kemudian menyuruh laki-laki tersebut untuk datang ke sebuah taman di dekat hotel. 

Di sana, mereka menakut-nakti Junko. Mereka  mengatakan bahwa mereka adalah yakuza yang sudah menghetahui rumahnya, dan akan membunuh kedua orang tuanya apabila Junko tidak mau mengikuti perintah. 

Junko yang ketakutan akhirnya menurut saat dibawa Minato dan Miyano, serta kedua temannya yang lain—Jo Ogura (17 tahun) dan Yasushi Watanabe (17 tahun)—ke rumah Minato. 

Penyiksaan tanpa henti bagi Junko Furuta 

Selama disekap di rumah Minato, Junko mengalami pelecehan dan penyiksaan fisik yang brutal secara terus-menerus. Ia diperkosa berkali-kali, mengalami pembakaran pada sebagian tubuhnya, dipaksa mengonsumsi air seninya, hingga mengalami malnutrisi parah. Penyiksaan tersebut menghantuinya selama 40 hari. 

Junko Furuta meninggal pada 4 Januari 1989. Ia meninggal di tangan Miyano yang menyiksanya karena kalah dalam permainan mahjong. Meski sempat melawan, fisik Junko yang sudah mencapai batas tidak mampu lagi membendung semua penyiksaan tersebut. Menyadari bahwa Junko meninggal dunia, kelompok bejat tersebut kemudian membungkus tubuh Junko.

Mereka membungkus tubuh Junko dan melemparnya ke dalam drum logam. Untuk menutupi jejak, mereka menyiram tubuh Junko dengan semen basah dan membuangnya ke pulau Wakasu yang terletak di Tokyo. 

Meski Junko pada akhirnya meninggal dunia, Miyano dan kawan-kawannya tidak merasa jera ataupun ketakutan. Mereka masih melancarkan aksi dengan memperkosa sembarang wanita hingga ditangkap polisi pada tahun 1989. Saat diinterogasi oleh polisi, Miyano secara tidak sengaja mengakui perbuatannya terhadap Junko kepada kepolisian.

Hasil keputusan pengadilan

Jasad Junko akhirnya ditemukan, dan keempat pelaku berhasil ditahan. Sayangnya, karena status mereka yang masih di bawah umur, mereka hanya menjalani proses hukum di pengadilan anak dan menerima hukuman yang dinilai ringan.

Hasil putusan pengadilan memutuskan sebagai berikut: 

Awalnya, publik tidak mengetahui siapa pelaku yang melakukan hal-hal bejat tersebut kepada Junko Furuta. Hingga kemudian jurnalis dari tabloid Shukan Bunshun mengungkap identitas mereka kepada publik. Ia menuliskan bahwa terdakwa tidak pantas untuk mendapatkan hak anonimitas mengingat beratnya kejahatan tersebut. 

Setelahnya, warga Jepang mengenal kasus ini sebagai “Kasus Pembunuhan Siswi SMA yang Dikubur dalam Beton” atau 女子高生コンクリート詰め殺人事件.

Exit mobile version