Home » Oxford Pilih ‘Brain Rot’ Sebagai Word of The Year

Oxford Pilih ‘Brain Rot’ Sebagai Word of The Year

by Trisno Heriyanto

Oxford menobatkan ‘brain rot’ sebagai Word of The Year di tahun 2024 lalu. Penobatan ini dilakukan setelah tim bahasa Oxford menyusun daftar pendek yang berisi enam kata yang mencerminkan suasana dan tren percakapan sepanjang tahun. Setelahnya, mereka menghimpun suara publik selama dua minggu dengan total partisipan sebanyak 37.000 orang. 

Jika diterjemahkan, brain rot sendiri artinya pembusukan otak. Istilah ini pertama kali muncul dalam buku karangan Henry David Thoreau yang berjudul “Walden” di tahun 1845. Di dalam buku tersebut tertulis sebagai berikut: 

“While England endeavours to cure the potato rot, will not any endeavour to cure the brain-rot – which prevails so much more widely and fatally?”

Kemudian, istilah ini mulai kembali populer digunakan di kalangan Gen Z dan Gen Alpha. Namun, istilah brain rot kali ini bukan mengarah pada “pembusukan otak” yang sebenarnya. Saat ini, brain rot diartikan sebagai konsumsi berlebih terhadap konten-konten berkualitas rendah di internet secara berlebihan. Akibatnya, kesehatan kognitif dan mental pun semakin menurun. 

“Saya merasa sangat menarik bahwa istilah ‘brain rot’ telah diadopsi oleh Gen Z dan Gen Alpha, komunitas yang sebagian besar bertanggung jawab atas penggunaan dan pembuatan konten digital yang dirujuk oleh istilah tersebut. Komunitas-komunitas ini telah mengamplifikasi istilah tersebut melalui kanal-kanal media sosial, tempat yang konon menjadi penyebab ‘brain rot’. Hal ini menunjukkan kesadaran diri yang agak kurang ajar pada generasi muda tentang dampak buruk media sosial yang mereka warisi,” ungkap Casper Grathwohl, Presiden oxford Languages, mengutip blog resmi Oxford. 

Hati-hati terkena brain rot 

Melansir dari blog resmi milik RS Marzoeki Mahdi, istilah brain rot mengacu pada penurunan kemampuan berpikir kritis, daya ingat, dan fungsi eksekutif akibat paparan konten sosial media yang tidak bermutu. Konten lelucon, tantangan ekstrem, dan video tidak berbobot dianggap sebagai pemicu utama fenomena ini. 

Dampak brain rot telah terbukti akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Pertama-tama, bisa terjadi gangguan kognitif seperti penurunan daya ingat dan kesulitan dalam pengambilan keputusan. Brain rot juga dapat meningkatkan stres dan kecemasan berlebih akibat paparan informasi yang tidak sehat. 

Untuk menghindari brain rot, para ahli menyarankan bahwa konsumsi media sosial tidak boleh lebih dari 1-1,5 jam per hari. Para ahli meminta untuk mengkonsumsi informasi dari sumber yang dapat dipercaya, serta mengurangi paparan terhadap konten yang sifatnya hanya sebagai hiburan. 

Kemudian, biasakan untuk mengasah keterampilan berpikir kritis. Biasakan untuk membaca artikel, terlibat dalam diskusi yang mendalam, dan memproses informasi yang baru diterima dengan hati-hati. Dan, yang tidak kalah penting adalah meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman secara langsung. 

Apa yang harus dilakukan saat terkena brain rot? 

Platform media sosial memang dirancang untuk menarik perhatian penggunanya. Dan, tidak ada yang salah dengan menggulir media sosial dan mencari hiburan. Namun, jika terlalu lama melakukannya akan berdampak pada fokus, produktivitas, dan kesehatan mental. 

Alhasil, tak sedikit peneliti yang menyarankan untuk memberikan batasan waktu di media sosial. Menghimpun dari berbagai sumber, rentang waktu 30-60 menit adalah waktu yang disarankan. Kemudian, menonaktifkan notifikasi dari aplikasi media sosial juga disarankan untuk membatasi gangguan.

Dan, tidak kalah penting, latihlah kembali otak untuk fokus. Melatih kembali otak untuk fokus pada momen saat ini dapat meredakan stres dan meningkatkan fungsi kognitif seperti memori dan perhatian. Salah satunya dengan membaca buku.

Berbeda dengan konten di media sosial, membaca buku membutuhkan perhatian yang berkelanjutan dan melibatkan otak dalam aktivitas kognitif yang lebih kompleks. Membaca juga terbukti menjadi salah satu cara paling efektif untuk mendukung kesehatan otak.

Penelitian menunjukkan bahwa mindfulness meningkatkan kepadatan materi abu-abu di area otak yang bertanggung jawab atas pembelajaran, memori, dan pengaturan emosi.

Selain itu, aktivitas fisik yang teratur juga bisa menjadi cara terbaik untuk menjaga kesehatan otak. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah ke otak, kemudian menyalurkan oksigen dan nutrisi penting sekaligus meningkatkan neuroplastisitas. 

Disarankan untuk setidaknya melakukan 150 menit olahraga setiap minggu atau 30 menit setiap hari. Masukkan jadwal olahraga ke dalam agenda rutinitas harian. Olahraga bukan hanya membantu meningkatkan fokus, tetapi juga meningkatkan suasana hati serta kesehatan kognitif. 

You may also like