Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah lahir bahkan sebelum teks proklamasi kemerdekaan ditulis. Nama Ir. Soeratin Sosrosoegondo pun tak bisa luput saat kita membicarakan sejarah sepak bola di Tanah Air.
Ir. Soeratin Sosrosoegondo atau yang lebih familiar disapa Soeratin adalah seorang inisiator berdirinya PSSI di tahun 1930 silam. Ia juga menjadi ketua umum pertama PSSI yang membuatnya bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berkaitan dengan sepak bola.
Di bawah tangan dinginnya, ia bukan hanya mengembangkan organisasi yang menaungi olahraga sepak bola tersebut, tetapi juga membuatnya bertahan selama bertahun-tahun. Jadi, seperti apa sosoknya? Mari kita bahas.
Sejarah keluarga Soeratin

Soeratin lahir dari keluarga terpelajar. Ia dilahirkan di Yogyakarta pada 17 Desember 1898 sebagai putra dari R. Soesrosoegondo, seorang guru di Kweekschool (Sekolah Keguruan) sekaligus penulis buku Bausastra Bahasa Jawi. Dari garis keturunan ibunya, RA Srie Woelan, Soeratin juga memiliki darah bangsawan. Sang ibu merupakan adik kandung Dr. Soetomo, tokoh pendiri organisasi Budi Utomo.
Soeratin berasal dari keluarga terpelajar, tak heran jika ia menekuni dunia pendidikan dengan penuh kesungguhan. Setelah lulus dari Koningen Wilhelmina School (KWS) di Jakarta pada 1920, ia memutuskan melanjutkan studi ke luar negeri. Pada tahun yang sama, Soeratin diterima di Sekolah Teknik Tinggi di Hecklenburg, Hamburg, Jerman. Setelah tujuh tahun menimba ilmu, ia pun pulang ke Tanah Air pada 1928 dengan menyandang gelar insinyur sipil.
Kariernya melejit, namun Soeratin memilih hengkang
Sepulangnya ke Tanah Air dengan gelar sarjana, Soeratin bekerja di perusahaan konstruksi Belanda, Bouwkundig Bureu Sitsen en Lausada di Yogyakarta. Kariernya melesat cepat. Ia berhasil menduduki jabatan tinggi yang umumnya hanya diperuntukkan bagi orang Belanda. Dengan posisi tersebut, ia menerima gaji besar, yakni seribu gulden per bulan.
Selama berkarier, Soeratin terlibat dalam sejumlah proyek pembangunan penting. Mulai dari jembatan hingga gedung di Tegal dan Bandung. Namun, kenyamanan itu akhirnya ia tinggalkan.
Soeratin memilih keluar dari pekerjaannya demi berjuang bersama kaum muda melalui sepak bola. Kala itu, sepak bola juga menjadi wadah perjuangan. Tak hanya menggerakkan olahraga, pemuda-pemuda sepak bola inilah yang turut mendorong lahirnya Sumpah Pemuda pada Oktober 1928.
Soeratin mulai menginisiasi lahirnya PSSI

Soeratin menjadi motor lahirnya PSSI. Menurut pengamat sepak bola nasional, Eddi Elison, pendirian PSSI berawal dari sebuah rapat di Jalan Yudonegaran, Yogyakarta, pada 19 April 1930. Saat itu, 17 wakil dari tujuh perserikatan berkumpul di Gedung Handeprojo—yang kini dikenal sebagai Gedung Batik. Dari pertemuan inilah lahir organisasi Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI).
Soeratin kemudian terpilih sebagai ketua umum. Ia merancang program penting, seperti menyelenggarakan kompetisi dan membentuk komisaris di berbagai daerah di Indonesia. Namun, perjuangan PSSI tidak hanya sebatas sepak bola. Olahraga ini dipilih sebagai pelopor gerakan kebangsaan yang menentang penjajahan.”
Bersama sejumlah bond—seperti Voetbal Indonesische Jacatra (VIJ), Bandoengsche Indonesische Voetbalbond (BIVB), Persatuan Sepak Bola Mataram (PSM Yogyakarta), Voerslandshe Voetbalbond (VVB Solo), Madioensche Voetbalbond (MVB), Indonesische Voetbalbond Magelang (IVBM), dan Soerabajasche Indonesische Voetbalbond (SIVB)—ia menjadikan sepak bola sebagai alat perjuangan bangsa Indonesia melalui olahraga.
Sepak terjang Soeratin di PSSI
Selama satu dekade, dari tahun 1930 hingga 1940, Soeratin menjabat sebagai pemimpin PSSI. Ia meyakini bahwa sepak bola memiliki peran krusial sebagai alat perjuangan dan pemersatu bangsa untuk melawan penjajahan Belanda.
Soeratin secara aktif berkeliling Jawa untuk mempersatukan para pemuda melalui olahraga ini. Usahanya membuahkan hasil dengan menyatukan tujuh klub dari berbagai kota, termasuk Solo, Yogyakarta, Magelang, Jakarta, dan Bandung. Pertemuan bersejarah ini akhirnya melahirkan PSSI pada 19 April 1930 di Yogyakarta.
Mendirikan sebuah organisasi di era penjajahan bukanlah hal yang mudah. Soeratin harus berhati-hati dan menghindari kejaran intel Belanda, terutama setelah peristiwa Sumpah Pemuda 1928.
Namun, tujuannya sangatlah jelas: PSSI didirikan bukan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk menanamkan semangat nasionalisme pada pemuda Indonesia. Soeratin merasa martabat bangsa direndahkan ketika Belanda menyebut klub sepak bola pribumi sebagai “perkumpulan liar”. Karena hal tersebut, tekadnya pun semakin berkobar untuk berjuang melalui sepak bola.