Home » Mengenal Floodlighting, Tren Pacaran Masa Kini yang Berpotensi Jadi Toxic!

Mengenal Floodlighting, Tren Pacaran Masa Kini yang Berpotensi Jadi Toxic!

by Trisno Heriyanto

Penulis: Rena Dwi Astuti

Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, dunia percintaan juga mengalami perkembangan dengan istilah-istilah baru yang terdengar asing. Beberapa tahun lalu, mungkin istilah di dunia percintaan hanya sebatas long-distance relationship, ghosting, silent-treatment, dan toxic-relationship.

Namun, kini banyak istilah baru yang muncul di dunia percintaan. Khususnya untuk kalangan Gen Z. Salah satu istilah itu adalah floodlighting. Istilah floodlighting menjadi tren dan perbincangan hangat di media sosial beberapa waktu terakhir.

Hal ini dikarenakan banyak anak muda di seluruh dunia yang mengalami floodlighting ketika mereka menjalin hubungan dengan seseorang. Utamanya mereka yang memutuskan untuk melakukan kencan pertama saat baru mengenal orang tersebut.

Akan tetapi, ternyata floodlighting ini adalah salah satu istilah yang memiliki arti negatif. Orang-orang yang mengalami atau melakukan floodlighting dianggap sudah terjerumus ke dalam situasi hubungan yang rusak dan merugikan.

Lalu, apa sebenarnya arti floodlighting dalam dunia percintaan masa kini?

Apa Itu Floodlighting?

Floodlighting adalah tren kencan masa kini yang menjadi perbincangan di media sosial, khususnya TikTok. Floodlighting adalah istilah yang mendefinisikan ketika seseorang membagikan detail pribadi atau emosional yang mendalam terlalu cepat dalam suatu hubungan. 

Biasanya, perilaku ini dilakukan untuk mempercepat keintiman dengan pasangan yang baru ditemui atau saat masa PDKT (pendekatan). Dalam hal ini, jika seseorang melakukan floodlighting dengan cara memberikan detail pribadi atau emosional dirinya, mereka akan menggunakannya sebagai senjata agar pasangan “bersimpati” dengan kondisi mereka.

Ketika pasangan bersimpati, pada floodlight-er bakal menggunakan cara selanjutnya agar bisa mempercepat keintiman hubungan. Floodlighting juga biasa dilakukan oleh seseorang sebagai alat untuk mengetes apakah pasangan mereka bisa menerima kekurangan dan kelebihan seutuhnya ketika mereka membeberkan detail pribadi dan emosional pada tahap PDKT.

Dalam hal ini, floodlight kelihatannya tidak begitu buruk. Namun, sebenarnya perilaku ini dapat lebih berbahaya daripada yang diduga. Sebab, perilaku ini hampir mirip dengan sifat manipulatif seseorang.

Bahaya Floodlighting

Awalnya dicetuskan oleh psikolog Brené Brown, floodlighting mengacu pada tindakan membanjiri seseorang dengan kerentanan dengan cara yang terasa lebih seperti ujian daripada upaya untuk menjalin hubungan yang sejati. Meskipun mungkin tampak seperti cara untuk mempercepat kedekatan, hal itu sebenarnya dapat menjauhkan orang.

Berikut potensi bahaya dari floodlighting:

  1. Risiko Eksploitasi

Meskipun berbagi cerita hidup dan emosi yang mendetail sangat penting untuk membangun hubungan yang kuat, sebenarnya ada tahapan yang tepat ketika ingin membagikan detail pribadi ini. Jika membagikannya terlalu cepat pada pasangan, mungkin saja pasangan justru akan mengeksploitasi hal tersebut menjadi sebuah kelemahan yang bisa mereka manfaatkan.

  1. Hubungan Jadi Tidak Aman

Over-sharing atau berbagi terlalu banyak di tahap awal berhubungan dengan pasangan biasanya berawal dari rasa tidak percaya diri atau insecure. Hal itu dapat menjadi cara untuk mencegah penolakan dengan penunjukkan sisi diri yang paling rentan dan berharap orang lain akan menerimanya.

Namun, hal ini justru berpotensi membuat hubungan jadi tidak aman. Karena suatu hubungan yang dimulai dengan perasaan ketakutan dan keprihatinan terasa tidak tulus dan hanya sekadar bertahan karena mereka merasa telah memiliki ikatan emosional yang mendalam. Padahal, sebenarnya tidak.

  1. Keintiman yang Salah dan Toxic

Dengan cepat membentuk hubungan emosional yang intens, floodlighting dapat menciptakan rasa keintiman yang salah yang mungkin tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Alih-alih mengenal satu sama lain secara bertahap dan membangun fondasi yang kokoh, floodlighting dapat berarti bahwa seseorang telah berbagi bagian terdalam dari dirinya sebelum mengenal orang lain secara mendalam.

Hal ini juga rentan membuat hubungan jadi toxic. Hubungan yang sehat memerlukan pertukaran kerentanan dan berbagi emosi yang seimbang. Ketika satu orang menjadi floodlighter, hal itu dapat menciptakan peran di mana satu orang dipandang sebagai “pengasuh emosional” dan yang lain sebagai “orang yang rentan dan rapuh”.

Tanda-tanda Floodlighting dan Mengatasinya

Ada tiga tanda bahwa seseorang mungkin saja terkena floodlighting oleh pasangan mereka. Namun, hal ini sebenarnya bisa ditangani. Berikut tiga tanda seseorang terkena floodlighting dan cara mengatasinya:

  1. Membagikan trauma pribadi secara berlebihan

Setiap orang pasti pernah mengalami sesuatu tidak menyenangkan di hidupnya. Namun, bukan berarti hal tersebut bisa disebarluaskan ke orang lain. Termasuk pada pasangan yang baru saja kita kenal.

Jika pasangan mulai memancing untuk menggali informasi pribadi, mulai dari yang sederhana sampai trauma mendalammu, mungkin saja saat itu kamu telah mendapat perilaku floodlighter. 

Beberapa orang menyoroti hal ini karena mereka keliru percaya bahwa kerentanan tersebut menciptakan keintiman instan. Alih-alih memperkuat ikatan, terlalu banyak berbagai (over-sharing) dapat membuat orang lain mengambil langkah mundur, menciptakan jarak emosional daripada kedekatan.

Sebelum membuka diri untuk detail-detail pribadi, pikirkanlah terlebih dahulu. Apakah ini waktu yang tepat untuk menceritakan pengalaman pribadimu? Kenapa harus bercerita sekarang? Apa yang diharapkan setelah menceritakan hal ini?

Banyak orang yang melakukan floodlighting tidak langsung terbuka; mereka secara tidak sadar menunggu orang lain untuk menyamai tingkat kerentanan mereka.

  1. Berharap Perasaan Dibalas dengan Instan

Proses menjalin hubungan dengan seseorang harusnya memiliki tahapan yang tidak terburu-buru. Namun, jika kamu mengharapkan perasaanmu segera dibalas dengan cepat, mungkin kamu telah mendapat tindakan floodlighter dari pasanganmu.

Sehingga kamu menceritakan perasaanmu secara berlebihan dan berharap perasaanmu bisa dibalas dengan instan. Padahal, mungkin saja pasanganmu hanya memanfaatkanmu untuk mengetahui kekuranganmu. Selain itu, bisa saja mereka hanya menguji kondisimu, dan setelahnya justru mereka akan meninggalkanmu dengan alasan tidak tahan dengan situasi yang kamu alami.

Lebih baik, ciptakan dinamika yang seimbang ketika menjalin hubungan dengan seseorang. Sesuaikan kedalaman pembicaraan kalian, jangan memberikan informasi atau berbagi emosi terlalu dalam ketika pasangan tidak melakukan hal yang sama. 

  1. Menggunakan Rasa Insecure untuk Menguji Pasangan

Floodlighter biasanya menceritakan hal-hal pribadi serta emosionalnya secara detail. Termasuk perasaan kurang atau insecure yang mereka alami terhadap hal-hal tertentu. Mereka melakukan ini untuk menguji pasangan, apakah pasangan mereka akan bertahan atau justru pergi meninggalkan.

Jika kamu melakukan hal ini, kamu baru saja menjadi floodlighter. Kamu sengaja memberikan informasi berlebih soal rasa insecure-mu terhadap sesuatu untuk mencari tahu respon apa yang akan diberikan oleh pasanganmu. 

Ketika hal ini dilakukan di tahap awal menjalin hubungan, reaksi pasangan biasanya tidak seperti yang diharapkan. Mereka justru akan menjadi ragu daripada menerima kekurangan atau rasa insecure dirimu. Bahkan, mungkin saja pasangan merasa tidak nyaman dengan hal ini.

Hal ini bisa dihindari dengan cara bangun kesadaran diri. Apakah penting berbagi hanya untuk menguji reaksi pasangan? Kamu bisa merefleksikan ini sebelum membuka obrolan dengan pasanganmu.

Menjadi floodlighter bukan jalan pintas menuju keintiman dengan pasangan. Sering kali hal ini justru menjadi pertaruhan hubungan. 

You may also like