Home » Mengenal Panjat Tebing, Olahraga Berprestasi yang Masih Kurang Apresiasi

Mengenal Panjat Tebing, Olahraga Berprestasi yang Masih Kurang Apresiasi

by Trisno Heriyanto

Cabang olahraga panjat tebing kembali mengukir prestasi. Terbaru, tim nasional (timnas) Tanah Air baru saja menyabet dua medali emas dan satu medali perak dari disiplin speed putra dan putri dalam gelaran Piala IFSC Climbing World Cup Krakow 2025. 

Selama beberapa tahun ke belakang, panjat tebing telah menjadi salah satu cabang olahraga yang rajin menyumbang medali bagi negara. Namun, masih banyak yang belum familiar dengan olahraga ini. 

Padahal, Indonesia sendiri pernah menjadi tuan rumah untuk gelaran Piala Dunia Panjat Tebing International Federation of Sport Climbing (IFSC) World Cup di Jakarta pada tahun 2022 silam. Jadi, kenali lebih dalam mengenai olahraga ini, yuk! 

Mengenal olahraga panjat tebing

Panjat tebing adalah olahraga modern yang berasal dari panjat tebing tradisional. Di akhir abad ke-19 silam, kegiatan ini biasa dilakukan di bebatuan alam sebagai aktivitas rekreasi dimulai pada akhir abad ke-19. 

Baru, di tahun 1985, panjat tebing mulai diperkenalkan sebagai olahraga kompetitif. Untuk pertama kalinya, kota Bardonecchia yang terletak di Turin, Italia, menjadikan kegiatan ini sebagai perlombaan dalam acara yang disebut sebagai SportRoccia. 

Kemudian, ketika perlombaannya mulai populer, ditetapkanlah peraturan bahwa ajang internasional hanya akan diselenggarakan di infrastruktur yang dirancang khusus sehingga tidak berdampak pada lingkungan. 

Salah satu nilai inti olahraga ini adalah pelestarian lingkungan, dan para pemanjat bertanggung jawab atas pemeliharaan lingkungan tempat mereka memanjat.

Sejarah di Indonesia

Di Indonesia sendiri, perkembangan panjat tebing dimulai sekitar tahun 1960-an. Kala itu, aktivitas ini kerap dipakai sebagai bagian latihan oleh pasukan TNI AD. Kemudian semakin berkembang menjadi olahraga yang banyak dilakukan oleh orang awam. 

Pada tahun 1976, panjat tebing modern mulai dikenal. Kala itu, Harry Suliztiarto memulai perjalanan panjat tebingnya di Citatah, Bandung. 

Keinginan untuk memajukan olahraga ini membawanya bersama tiga rekannya, Heri Hermanu, Dedy Hikmat, dan Agus R. untuk mendirikan SKYGERS “Amateur Rock Climbing Group” pada tahun 1977.

Dua tahun kemudian, pada 1979, Harry Suliztiarto melakukan aksi panjat tebing yang menarik perhatian publik. Ia memanjat atap Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Aksi ini bertujuan untuk mempopulerkan olahraga ini di Indonesia.

Tahun 1980 menjadi tahun penting bagi perkembangan panjat tebing di Indonesia. Tebing Parang, Purwakarta, Jawa Barat, berhasil dipanjat untuk pertama kalinya oleh tim dari ITB. 

Di tahun yang sama, Wanadri mencatatkan sejarah sebagai tim Indonesia pertama yang melakukan ekspedisi ke Carstensz Pyramid, berhasil mencapai Puncak Jaya dan Carstensz Timur.

Peraturan penyelenggaraan

Dalam panjat tebing versi modern, olahraga ini dibagi menjadi tiga disiplin yang berbeda yakni boulder, lead, dan speed.  Pada disiplin speed, pendaki akan berlomba untuk mencapai puncak dinding secepat mungkin. 

Dinding speed climbing standar berdiri dengan ketinggian 15 meter serta kemiringan 95 derajat.  Aturannya pun cukup mudah. Dua pendaki memanjat secara bersamaan pada dua jalur. Siapapun yang mencapai puncak terlebih dahulu akan memenangkan perlombaan. 

Kedua, bouldering. Pada disiplin bouldering ini akan menguji kekuatan dan teknik dari para pendaki. Dinding bouldering berdiri setinggi 4,5 meter dan setiap rute harus diselesaikan tanpa bantuan tali. 

Dalam bouldering, atlet akan diberi waktu untuk menyelesaikan setiap rute. Para atlet diberi skor berdasarkan berapa banyak rute yang mereka berhasil selesaikan, dan berapa usaha (attempts) yang diperlukan untuk mencapainya.

Terakhir, lead climbing yang akan menguji ketahanan dan strategi para atlet. Di sini, para atlet akan mencoba untuk memanjat setinggi mungkin pada dinding setinggi 15-20 meter dalam waktu yang telah ditentukan. 

Para atlet memiliki waktu maksimal enam menit untuk mencapai puncak. Skor akan diberikan berdasarkan ketinggian tertinggi yang dicapai sebelum jatuh atau kehabisan waktu. Dan, pendaki dengan skor tertinggi akan memenangkan kategori ini.

Panjat tebing dalam Olimpiade

Olimpiade Paris 2024 akan membawa perubahan signifikan pada format kompetisi panjat tebing, yang diharapkan dapat meningkatkan keadilan bagi para atlet. Perubahan utamanya adalah speed climbing akan dipisahkan menjadi kategori medalinya sendiri. Ini berarti akan ada medali khusus yang diperebutkan hanya untuk disiplin speed.

Sementara itu, bouldering dan lead akan tetap digabungkan dalam satu format kompetisi, dengan medali khusus yang diberikan berdasarkan hasil gabungan kedua disiplin ini. Pemisahan speed dari disiplin lainnya dianggap lebih adil mengingat perbedaan set keterampilan yang sangat mencolok antara speed dengan bouldering dan lead.

Sebelumnya, pada Olimpiade Tokyo 2020, panjat tebing hadir dengan format gabungan yang unik. Ketiga kategori — speed, bouldering, dan lead — digabungkan menjadi satu kompetisi. Setiap atlet wajib berkompetisi di ketiga disiplin ini, dan pemenang ditentukan berdasarkan sistem perkalian peringkat.

You may also like